Jumat, 23 November 2007

SUNDEL BOLONG VERSUS GET MARRIED

Confuse….:”$#$%
Itu hal yang pertama kali terbersit di benak saya ketika melihat dua film itu…..satu sutradara dengan tim yang hampir sama namun menghasilkan film yang berbeda. Perbedaannya terletak pada kualitas, alur cerita, tematik, sinematografi….



SUNDEL BOLONG
Film ini dikerjakan dengan kamera HDV Sony Z1 dan di blow up ke 35 mm. Banyak sekali gambar yang terlihat dipaksakan.Industrialisasi sinema telah menyeret film ini pada bentuk nyata dari industri film kita. Dengan dana yang agak rendah tim Sunbol mencoba merekonstruksi imajinasi dan legenda Sunbol yang telah terkenal.
Kalo disuruh memilih dari sisi suspense, saya lebih memilih Sunbol versi Suzanna yang populer sekitar tahun 80an. Tidak ada hal yang lebih dari film ini. Hanya satu hal yang menjadi lebih di film ini….lebih buruk.

Dari sisi alur cerita…..
Banyak scene2 kebetulan yang terjadi di film ini. Tdk ada impact apapun yang sampai ke penonton dengan alur sunbol, kecuali suspense2 minor di tengah film. Klimaks? No way…ndak ada. Bahkan teman saya di sebelah sudah mulai boring di menit 20 dan akhirnya dia tertidur saat film menapak di menit ke 40 an….hahaha, bayar mahal cuma buat numpang tidur….mending di rumah aja kaleee….


Dari sisi penyutradaraan…..
Sebelumnya saya mohon maaf dulu pada mas Hanung seandainya tulisan saya ini mungkin agak keras….tapi rapopo yo dab, demi film Indonesia,hehehe….maaf,apologi orang awam…
Pola penuturan sinematik di film ini terasa hambar…korelasi antar shot terkadang justru menurunkan ketegangan yang coba dibangun sejak awal. Tdk banyak alasan kuat dalam menciptakan shot2 di film ini (ngoyak setoran dab?). Pola pengadeganan juga terasa campur aduk ya…(bener ra dab?). Gaya yang dicampur tentunya sedikit banyak akan membingungkan penonton, antara pola bloking teaterikal dan realis, moving dan gesture pun juga demikian. Tapi saya terus terang salut dengan mas HB yang berani menurunkan idealismenya….two thumbs up!


Dari sisi visual….
Inilah sbenarnya alasan saya untuk menonton film ini. Mencoba belajar dari Bang Pa’o bagaimana setting kamera Z1 untuk di blow up ke 35 mm.Tapi…yah emang susah Z1 nih…terutama dari sisi fokus. Banyak gambar yang out focus (gak tahu dari kamera yang mana ya…?yang dipegang Mas Hanung kali). Karena dari behind the scene yang diputar di Indosiar saya melihat mas HB mengoperasikan sendiri kameranya (2nd kamera). Saya gak tahu apakah Bang Pa’o dah pake expanded focus untuk last check fokus di Z1. Dan kayaknya saya mendapat pelajaran baik dari film ini, setting sharpness di Z1 yang berlebih akan menghasilkan gambar corel dan edge yang terlalu tajam setelah di blow up ke 35 mm. Kayaknya bang Pa’o ngeset sharpness Z1 nya di atas 10 ya…?mudah2an saya salah bang…
Dan beberapa shot yang kayaknya rec nya pake 25p ya..?karena ada gerakan2 pemain yang nampak staccato….atau jerky gitu…
Lighting…?hmmm..sebetulnya saya agak bingung di point ini karena cahaya yang dihasilkan bercampur lagi antara realis dan pictorial. Ada beberapa point yang agak lepas dari sisi tata cahaya. Saya sendiri agak terganggu dengan timbulnya bayangan lampu teplok ke dinding. Sebetulnya sumber cahaya kan lampu dinding itu kan…?tapi kenapa dia sendiri menciptakan bayangannya sendiri…?tapi emang susah, karena prinsipnya lights create shadow. Coba kita lihat gambar di bawah ini





CUPLIKAN SHOT DARI FILM MALENA


Kita perhatikan dengan seksama…apakah ada bayangan batang lilin yang jatuh di tempat lilin…?kayaknya gak ada ya…Padahal kita tahu dan yakin lighting di belakang patung itu sangat berjibun…hehe. Dan kita lihat juga pipi kiri anak itu lebih terang karena lebih dekat dengan lilin. Ini yang saya maksud dengan penataan cahaya realis.
Coba kita lihat lagi gambar yang lain dari film Malena berikut ini :




Perhatikan lampu meja…dia hanya membuat bayangan dari tempat buah ke atas meja. Asumsi saya, shot di atas memakai kurang lebih menggunakan 6-8 lampu untuk menghasilkan tata cahaya low key yang almost perfect ini. Tapi emang tantangan yang cukup berat dari kamera video adalah kontras rasio yang tinggi sehingga penciptaan tata cahaya pun juga lebih rumit, kita akan banyak pake gobo maupun cutter flag untuk menghilangkan atau minimal mengurangi bayangan yang muncul.
Kembali ke laptop…..
Sudut pengambilan gambar dan trik kamera serta visual effect juga terasa tanggung di film sunbol…..
Hahaha….saya tertawa ketika melihat ada antena UHF yang bocor masuk ke kamera di film ini yang bersetting tahun 50an kalo gak salah….
Gubraaak….color gradingnya….color correctionnya….ada yang hijau, coklat…warna-warni. pelangi2 ciptaan Tuhan..hehehe


Dari sisi sound……
Yah…ini lagi…salah satu elemen kunci dari produksi film yang terkadang menjadi anak tiri…gak banyak orang yang tertarik untuk menjadi soundman, hingga kalo kita lihat di beberapa film besar, soundman yang ikut produksi cuman itu2 aja. Sebetulnya job sebagai soundman masih terbuka lebar di Indonesia, tapi yang berminat…?
Noise…noise…and noise lagi. Film sunbol ini penuh dengan hal itu. Penggunaaan kompresi dan noise gate yang terlalu kuat menjadikan sound di film ini banyak terpotong frekuensi tingginya. Continuity equalisasi juga kurang terjaga sehingga menghasilkan low n hi freq yang tdk rata. Continuity atmosfir juga naik turun….


Konklusi…
Anda mau melihat satu sisi wajah film Indonesia…?silakan nonton film ini…Tapi saya punya keyakinan penonton film yang berjumlah 2 juta di Indonesia ini tidak akan terganggu dengan hal-hal yang sudah saya tuliskan seabreg-abreg ini…Bravo penonton Indonesia…!!!

GET MARRIED
Saya salut dengan film ini….secara kualitas jauh di atas sunbol….
Tidak banyak komentar untuk film ini..
Cuma coloring aja…ada beberapa shot yang terlalu greenish. Dan buat mas HB: hehehe….beliau banyak mengadopsi gaya komedi Jogja lama di implementasikan ke kultur metropolis….okeh dagelan lawas dab….Tapi pas saya nonton, masih banyak penonton yang tertawa-tawa…sukses…Tapi saya ndak tahu kalo komedi ini diputer di hadapan mas Marwoto, bu Yati Pesek, Kelik PLO, Benny Kuncung, Bambang Gundul, Eko Bebek…paling mereka cuma komentar: wis tauuuuu…..hehehe.
Bravo untuk film ini….saya sedang nunggu film Ayat-ayat Cinta….

by Triyanto 'Genthong'

3 komentar:

redaksi mengatakan...

Salut buat om Gentong, saya belajar banyak dari membaca artikel yang satu ini. Membedah langsung, dan memberi contohnya. Moga2 ada artikel baru lagi kedepannya ya...

Utk catatan:
Kamera kedua Sundel Bolong resminya dipegang oleh kameramen Resha Perkasa, angkatan 2001-an IKJ yang kayaknya sih bakal gak lulus kuliah, hehe (sekarang kebetulan kameramen saya nih). Mungkin yang terlihat di BTS adalah saat Resha off-duty dari Sunbol dan 'berubah' jadi kameramen Piala Asia di Senayan.

Cobaan datang lagi ketika Sunbol harus ditangani oleh 'sound designer' yang 'kurang berpengalaman' untuk memenuhi standar kreatif Hanung Bramantyo. Kabarnya, HB sempat menolak mencantumkan namanya di film Sunbol itu setelah mengetahui hasil kerja pertama sound designer nya pada film Sunbol...

Menjadi akan sangat tidak dianjurkan, jika pada hari yang sama kita menonton KUNTILANAK 2 dan SUNDELBOLONG berurutan...

redaksi mengatakan...

sori lupa;
memposting komen tidak dgn blog pribadi soalnya;

salam,
fajarnugross
sutradarakacangan.multiply.com

pojok film mengatakan...

Siap juragan kacang....hehehe..makasih infonya...kita ketemu di artikel berikutnya ya.....