Senin, 26 November 2007

Bumbu Penyedap Dalam Masakan Film Amerika

Minggu lalu, setelah disibukkan nyawer kesana-kesini, ahirnya badan ini bernafas sebentar. Ambil sebungkus LA menthol dan segelas air putih, langsung masuk ke kamar yang biasa buat nongkrong orang-orang kalo maen ke axis. Ada tv, kasur yang cukup luas dan beberapa tumpukan film dvd. Sebenernya asal mula tumpukan-tumpukan berasal dari ulah budi, art director film Dialog. Harusnya itu adalah properti shoting kemaren yang kudu di balikin ke kamarku. Ahirnya udah kaya kapal tengker yang nongrong di salah satu kota di Nangroe Aceh. Bukannya mubazir atau jadi sampah, malah tumpukan-tumpukan ini jadi semacam perpustakaan kecil buat temen-temen yang hobi nonton film.

Balik lagi ke soal kamar tadi. Setelah pewe ( bukan pengen wedoan) ahirnya film The Last Samurai yang jadi pilihan kali ini. Meski da nonton, tapi ada rasa kangen liat Ken Watanabe setelah sebelumnya aku nonton Letter From Iwo Jima. Film besutan edward Zwick yang menceritakan Captain Nathan Algren ( Tom Cruise), mantan pasukan kaveleri yang ikut membumi hanguskan suatu camp suku indian. Ia trauma melihat tiap penderitaan anak-anak dan wanita indian yang di bantai secara mebabi buta. Captain Algren ahirnya memutuskan untuk hengkang dari kesatuannya. Namun saat dirinya menjadi pecundang yang hanya di tanggap di arena-arena pasar malam, sang komanadan datang lagi dengan tawaran yang menggiurkan. Gayung bersambut. Ia menerima pekerjaan menjadi pelatih pasukan kerajaan Jepang untuk melawan pemberontak yang di pimpin Katsumoto (Ken watanabe). Para samurai. Cerita pun berjalan dari proses pelatihan pasukan yang menurut Algren kayaknya bakal makan waktu lama sampai ahirnya pertempuran pasukan yang dipimpin Algren melawan para samurai dari Katsumoto. Pasukan Algren kalah, ia berhasil ditangkap meski melewati pertempuran yang dibuat heroik oleh sang sutradara. Katsumoto merasa kagum dengan semangat bertempur Algren. Dan kemudian membawa Algren ke desanya.

Nah…inilah yang jadi surprise bagiku. Algren merasa kalo ia hanya jadi sandera disana. Tapi Katsumoto justru ingin memanfaatkan Algren untuk kesenangan pribadinya. Meski di awal film diceritakan kalo ia punya firasat bakal ketemu dengan sosok singa putih, yang ahirnya ia percayai kalo itu adalah sosok Algen. Tapi taktik tetaplah taktik. Cukup simpel, Katsumoto hanya ingin mengenal sosok orang barat. Ia belajar bahasa inggris.. dan untuk mencari sparing parthner yang memadai maka di pilihlah Algren. Ditengah film ini kita bener-bener bisa melihat sosok bangsa Jepang yang utuh. Mulai dari kehidupan sosial mereka, arsitektur rumah, budaya hingga sifat-sifat mendasar orang jepang. HARGA DIRI. Mereka akan melakukan apapun untuk harga dirinya. Secara teknis sinematografi, Edward Swick terlihat merancang pendekatan film jepang dengan baik. Mulai shot, bloking, pencahayaan, scoring hingga artistik Ada komposisi ruang-ruang yang tampak kosong.. Khas Jepang banget. Dan sebenernya yang lebih terasa disini adalah spirit orang Jepang itu sendiri. Semangat yang tak pernah padam. Namun disisi lain kita bisa melihat perasaan tidak berharganya mereka ketika di cap tidak bisa melakukan apa-apa untuk negara. Dicap penghianat negara. Satu-satunya cara untuk menebusnya adalah dengan bunuh diri. Lebih terhormat. Apalagi untuk kaun Samurai.

Film terus berjalan hingga ending. Dan satu yang paling mengganjal disini adalah tiba-tiba film kembali seperti diawalnya. AMERIKANISASI. Seburuk-buruknya tingkah orang amerika di film pasti ada satu tokoh yang akan jadi hero di film itu juga. Tokoh yang akan menjadi yang paling baik dan paling meninggalkan kesan tersendiri. Tentunya tokoh itu berasal dari amerika juga. Ya si Captain Algren itu. Dalam pertempuran terahir yang diceritakan ia berbalik membela Katsumoto untuk melawan pasukan kaisar. Semua pasukan dari pihak Samurai tewas semua. Bahkan Katsumoto. Yang tersisa adalah Captain Algren. Amazing. Plot yang hampir sama ketika Sandjay Dut tetap hidup setelah tersiksa bahkan tertembak oleh musuhnya di salah film India yang kerap muncul di layar kaca. Semula aku begitu terhibur dengan nuansa Jepang yang muncul, kontan detik itu juga langsung berteriak. Hidup amerika. Hidup hollywood. Captain Algren ahirnya dibuat menjadi sosok hero. Dengan apa yang telah ia lakukan membuat kaisar jadi tersadar. Dan mulai mereformasi pemerintahannya. Ia menjadi sosok pahlawan dari kedua pihak yang bertikai. Ia begitu di terima di orang-orang amerika.
Di Jepang ia menjadi pahlawan para Samurai. Cukup menyentil memang bahwa bangsa Jepang tidak bisa bangkit tanpa bantuan negara adidaya itu. Seperti negara kita dan puluhan negara miskin lainnya. Apapun yang dilakukan amerika akan terlihat seperti pahlawan. Amerika yang memulai dan amerika yang mengahiri dengan manis. Shot-shot bendera amerika di film ini juga tampak begitu elegan. Cerita tentang Jepang hanyalah bumbu penyedap dari sebuah masakan film amerika. Secara gak langsung film The Last Samurai membuat suatu statement bahwa semangat samurai tidak hanya dimiliki bangsa Jepang. Seorang amerika jauh lebih berani di bandingkan dengan sekumpulan samurai-samurai dari desa. Seorang amerika tetap akan diterima dimanapun meski ia telah membunuh keluarga terdekat orang lain. Selalu ada pe-maaf-an untuk seorang amerika.

Yah mungkin sama seperti film Flags For Our Fathers dan Letter From Iwo Jima. Jepang tetap menjadi bumbu penyedap.

Tulisan ini gak bermaksud sebagai indikasi pembencian terhadap amerika ataupun pendeskreditan terhadap sikap Jepang. Hanya sebuah opini bukan sebagai kritikan. Paling nggak film-film amerika tetap memiliki rasa nasionalisme yang tinggi terhadap negaranya. Hampir semua shot yang menggambarkan bendera amerika selalu terlihat elegan. Hal yang hampir tidak terlihat di film-film Indonesia. Jangan buruk sangka dulu. Mungkin kita yang gak pernah bangga dengan negara ini? Atau mungkin negara ini yang gak pernah membuat kita bangga?


Dengan segala hormat…


Sinchan

Tidak ada komentar: